(قُلۡ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحۡيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٦٢) لَا شَرِيكَ لَهُ ۥۖ وَبِذَٲلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۟ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ (١٦٣
"Katakanlah, "Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".[TQS Al An'am (6):162-163].
Kandungan Isi Surat
- Perintah Allah swt kepada Nabi Mohammad saw agar beliau memberitahu orang-orang musyrik yang menyembah kepada selain Allah swt (thaghut) dan berkorban untuk berhala, bahwa beliau saw berbeda dengan mereka. Ibadah yang dikerjakan Nabi saw, mulai dari sholat, haji, berkorban, serta hidup dan mati beliau saw, ditujukan untuk Allah swt semata.
- Perintah kepada kaum Muslim agar beribadah kepada Allah swt dengan ikhlash, dan tidak menujukan setiap amal perbuatannya kepada selain Allah swt.
Definisi Ikhlas
Di dalam Kitab At Ta'rifaat karya Imam Jurjaniy dinyatakan; secara literal (menurut pengertian bahasa Arab), ikhlash adalah meninggalkan riya' (pamer) dalam ketaatan (tarku ar riyaa' fi ath tha'ah). Adapun menurut istilah, ikhlash adalah sucinya hati dari kotoran yang bisa mengeruhkan sifat kesuciannya (takhliish al qalb 'an sya`ibati asy syaub al-mukaddir li shifaatihi).
Kata ikhlash memiliki hubungan yang sangat erat dengan kata tauhid, sehingga qul huwallahu ahad disebut dengan surat Al Ikhlash.
Menurut Imam Fudlail bin 'Iyadl, ikhlash adalah sucinya perbuatan dari riya' (pamer) dan syirik (menyekutukan Allah); serta perbuatan tersebut tidak ingin dipersaksikan kepada siapapun selain Allah swt.
Ada pula yang menyatakan bahwa ikhlash merupakan tabir antara manusia dengan Allah swt, yang mana tak seorang malaikat pun yang mengetahuinya, kecuali setelah mencatatnya, tak ada setanpun yang mengetahuinya kecuali setelah merusaknya, dan tak ada hawa nafsu yang bisa mempengaruhinya.
Hukum Ikhlash Dalam Perbuatan
Ikhlash dalam perbuatan termasuk kewajiban. Diterima atau tidaknya suatu perbuatan ditentukan salah satunya oleh niat yang ikhlash. Imam Fudlail bin 'Iyadl, saat ditanya dengan ihsanu al-'amal (perbuatan yang paling baik), beliau menjawab bahwa perbuatan yang baik itu adalah perbuatan yang dikerjakan dengan ikhlash dan benar sesuai dengan tuntunan sunnah (muwafiqatu as sunnah).
Pada ayat-ayat lain, Allah swt memerintahkan seorang Muslim untuk beribadah kepadaNya dengan ikhlash. Allah swt berfirman;
إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡڪِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصً۬ا لَّهُ ٱلدِّينَ (٢) أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦۤ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِى مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِى مَنۡ هُوَ كَـٰذِبٌ۬ ڪَفَّارٌ۬ (٣)
".. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik).."[TQS Az Zumar (39):2-3]
Perintah ikhlash juga disebutkan di dalam hadits-hadits shahih. Imam Bukhari dan Muslim menuturkan sebuah riwayat dari Umar bin Khaththab ra, bahwa Nabi saw bersabda;
إِنَّمَاالْاَعْـمَالُ بِالنِّـيَاتِ
“Sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya.”[HR. Muttafaq ‘Alaih].
Imam Muslim menuturkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw bersabda:
«قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ»
"Allah berfirman, “Aku adalah Dzat yang tidak butuh terhadap perserikatan di antara yang berserikat. Barangsiapa melaksanakan suatu amal, di dalamnya ia menyertakan selainKu bersamaKu, maka Aku akan meninggalkannya dan meninggalkan perserikatannya".[HR. Imam Muslim]
Imam Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi, dan Ahmad menuturkan sebuah hadits hasan dari Abu Said bin Abi Fudhalah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
«إِذَا جَمَعَ اللهُ اْلأَوَّلِينَ وَاْلآخِرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِيَوْمٍ لاَ رَيْبَ فِيهِ، نَادَى مُنَادٍ مَنْ كَانَ أَشْرَكَ فِي عَمَلٍ عَمِلَهُ ِللهِ فَلْيَطْلُبْ ثَوَابَهُ مِنْ عِنْدِ، غَيْرِ اللهِ فَإِنَّ اللَّهَ أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ»
"Ketika Allah mengumpulkan seluruh manusia yang terdahulu dan yang terakhir di hari kiamat kelak, maka ada yang berterik; Siapa saja yang menyekutukan Allah pada suatu amal, maka hendaknya ia mencari pahala amalnya itu pada sekutu Allah itu, karena Allah adalah yang paling tidak butuh terhadap sekutu di antara yang bersekutu".[HR. Imam Tirmidzi, Ibnu Majah,dan lain-lain]
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Allah swt berfirman, "Golongan manusia yang pertama kali akan diadili kelak pada hari Kiamat adalah;
Pertama, orang yang secara dzahir mati syahid. Orang tersebut disidangkan, lalu diperlihatkan kepadanya nikmat yang bakal diterimanya, dan dia pun melihatnya. Tetapi, dia ditanya, "Apa yang telah kamu perbuat?" Dia menjawab, "Aku telah berperang karenaMu, hingga terbunuh sebagai syahid". Allah swt berfirman, "Kamu dusta.
Sebenarnya kamu berperang agar disebut pemberani dan kamu telah mendapatkannya". Selanjutnya, Allah memerintahkan malaikat agar orang tersebut diseret pada mukanya, dan dijebloskan ke dalam neraka.
Kedua, orang yang mempelajari ilmu Islam dan mengajarkannya kepada orang lain dan selalu membaca Al Quran. Orang ini pun disidangkan, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan yang akan diterimanya, dan dia pun melihatnya. Tetapi ia ditanya, "Apa yang telah kamu perbuat?" Dia menjawab, "Aku telah mempelajari ilmu Islam dan mengajarkannya kepada orang lain serta selalu membaca Al Quran karenaMu".
Allah swt berfirman,"Kamu dusta!" Sebenarnya, kamu mempelajarinya supaya kamu dikatakan sebagai orang alim, dan selalu membaca Al Quran supaya disebut qari' (orang yang pandai membaca Al Quran), dan kamu telah mendapatkannya". Lalu, Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret pada muka orang itu, hingga akhirnya dimasukkan ke dalam neraka.
Ketiga, orang yang diberi kekayaan melimpah oleh Allah swt, yang digunakan untuk banyak sedekah. Orang ini pun disidangkan, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan yang akan diterimanya, dan dia pun melihatnya. Akan tetapi, dia ditanya, "Apa yang telah kamu perbuat dengan hartamu?".
Dia menjawab, "Tiada satu kesempatan pun yang di dalamnya Engkau suka agar seseorang mengeluarkan sedekah padanya, melainkan aku bersedekah karenaMu". Allah swt berfirman, "Kamu bohong!" Sebenarnya, kamu mengeluarkan sedekah dengan niat agar kamu dikatakan dermawan, dan kamu sudah mendapatkannya".
Selanjutnya, Allah memerintah malaikat agar orang tersebut diseret pada mukanya hingga akhirnya dijebloskan di dalam neraka".[HR. Imam Muslim]
Beberapa Perilaku Yang Menunjukkan Keikhlasan
Tanda-tanda keikhlasan seseorang dapat dilihat berdasarkan hal-hal berikut ini:
- Tidak suka riya (pamer). Riya adalah menginginkan keridhaan manusia ketika bertaqarrub kepada Allah swt. Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Ubay bin Ka'ab ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Berikanlah kabar gembira kepada umat ini dengan kemegahan, keluhuran, pertolongan, dan keteguhan di muka bumi. Siapa saja dari umat ini yang melaksanakan amal akhirat untuk dunianya, maka kelak di akhirat ia tidak akan mendapatkan bagian apapun".[HR. Imam Ahmad, hadits hasan]
- Menjauhi tasmi' . At tasmi’ adalah menceritakan aktivitas taqarub kepada manusia untuk memperolah keridhoan mereka. Perbedan antara riya dan tasmi’ (sum’ah) adalah riya itu menyertai suatu amal, sedangkan tasmi’ adalah setelah beramal). Imam Bukhari menuturkan sebuah hadits dari Abu Musa ra, bahwa ia berkata, " Kami pernah keluar bersama Rasulullah saw. pada suatu peperangan. Pada saat itu jumlah kami ada enam orang. Di antara kami hanya ada satu unta yang dinaiki secara bergantian, hingga kakiku pecah-pecah dan kukuku pun terkelupas. Pada saat itu kami membalut kaki kami. Abu Musa menceritakan hal ini, kemudian ia tidak menyukainya. Ia berkata, “Kami berbuat bukan untuk diceritakan.” Seolah-olah Abu Musa tidak suka sedikit pun amalnya disebarluaskan".[HR. Imam Bukhari]
Ikhlash adalah perbuatan hati yang untuk mewujudkannya membutuhkan kesungguhan dan perhatian yang sangat serius. Keikhlasan hanya bisa diraih jika seseorang sudah bisa memisahkan dirinya dari kepentingan-kepentingan dunia.
Kesimpulan
- Seorang Muslim wajib beribadah kepada Allah swt dengan niat semata-mata mencari ridlo Allah swt. Dia wajib menjauhi sifat-sifat yang bisa merusak kebersihan hati, seperti riya' (pamer), sum'ah (ingin didengar dan diperhatikan manusia), syirik (menyekutukan Allah), kibr (sombong), dan sifat-sifat lain yang bisa mengeruhkan kejernihan hati.
- Niat ikhlash adalah salah satu syarat diterimanya perbuatan manusia. Perbuatan apapun tidak akan diterima Allah swt jika tidak didasarkan pada niat ikhlash.
Rasulullah saw. bersabda, "Berikanlah kabar gembira kepada umat ini dengan kemegahan, keluhuran, pertolongan, dan keteguhan di muka bumi. Siapa saja dari umat ini yang melaksanakan amal akhirat untuk dunianya, maka kelak di akhirat ia tidak akan mendapatkan bagian apapun".[HR. Imam Ahmad, hadits hasan]