"Rasulullah saw bukanlah orang yang keji dan orang yang membiarkan kekejian. Beliau tidak mengeluarkan suara keras-keras di pasar-pasar dan tidak membalas kejahatan orang lain dengan kejahatan. Beliau suka memaafkan dan berjabatan tangan".[HR. Imam Turmudziy]
Karakter yang harus selalu melekat kepada diri seorang pemimpin adalah lembut dan penyayang kepada orang-orang yang dipimpinnya. Pasalnya, kelembutan dan kasih sayang seorang pemimpin akan menumbuhkan rasa hormat, kecintaan, dan ketenangan pada diri orang-orang yang dipimpinnya. Jika seorang pemimpin telah dicintai oleh orang-orang yang dipimpinnya, niscaya ia akan mampu mengatasi seluruh problem yang mendera organisasinya. Wajar saja, Allah swt menekankan masalah kepada Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin umat manusia. Allah swt berfirman;
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
”dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”.[TQS Al-Syu’araa’ (26) :215].
Imam Bukhari dan Muslim menuturkan sebuah riwayat dari ’Aisyah ra, bahwasanya beliau ra berkata;
اسْتَأْذَنَ رَهْطٌ مِنْ الْيَهُودِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكَ فَقُلْتُ بَلْ عَلَيْكُمْ السَّامُ وَاللَّعْنَةُ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ قُلْتُ أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا قَالَ قُلْتُ وَعَلَيْكُمْ
”Sekelompok orang Yahudi meminta ijin kepada Nabi saw. Lalu, mereka berkata, ”Semoga engkau celaka”. Aku (’Aisyah ra) berkata, ”Bukan, semoga kalian celaka dan mendapatkan laknat”. Nabi saw pun bersabda, ”Wahai ’Aisyah, sesungguhnya Allah itu rafiiq (kelembutan), dan Dia mencintai kelembutan dalam semua perkara”. Aku pun berkata lagi, ”Tidakkah Anda mendengar apa yang mereka sampaikan”. Nabi saw, ”Aku katakan , ”Wa’alaikum”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Anas bin Malik ra menuturkan sebuah hadits;
"Aku menjadi pembantu Rasulullah saw selama sepuluh tahun. Selama itu beliau tidak pernah mengatakan "uf". Beliau juga tidak pernah berkata kepadaku karena sesuatu yang aku kerjakan dengan perkataan, "Mengapa kau kerjakan begini! Dan juga karena ada sesuatu yang tidak aku kerjakan beliau mengatakan, "Mengapa tidak kau kerjakan!". Rasulullah saw adalah sebaik-baik manusia ditinjau dari sisi akhlaqnya. Tidak pernah aku menyentuh kain yang terbuat dari bulu dan sutera asli, dan tidak pula sesuatu lainnya yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah saw. Aku juga tidak pernah mencium kesturi dan minyak wangi yang lebih wangi daripada keringat Rasulullah saw".[HR. Imam Turmudziy, dari Qutaibah bin Sa'id, dari Anas bin Malik]
'Aisyah ra menuturkan;
"Rasulullah saw bukanlah orang yang keji dan orang yang membiarkan kekejian. Beliau tidak mengeluarkan suara keras-keras di pasar-pasar dan tidak membalas kejahatan orang lain dengan kejahatan. Beliau suka memaafkan dan berjabatan tangan".[HR. Imam Turmudziy]
Hisyam bin Urwah menuturkan sebuah hadits dari 'Aisyah ra, bahwasanya beliau menuturkan;
"Rasulullah saw tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya, kecuali tatkala beliau saw berjihad di jalan Allah. Beliau juga tidak pernah memukul pembantu dan wanita".[HR. Imam Turmudziy]
'Urwah meriwayatkan juga sebuah hadits dari 'Aisyah ra bahwasanya beliau berkata;
"Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang kepada dirinya selama orang itu tidak menghina kehormatan Allah swt. Namun, jika kehormatan Allah dihina oleh seseorang sedikitpun, beliau adalah orang yang paling marah karenanya. Seandainya beliau saw diminta memiliki dua perkara, niscaya beliau akan memilih perkara yang paling mudah, selama perkara itu tidak berhubungan dengan kemaksiyatan".[HR. Imam Turmudziy dari Hisyam bin 'Urwah]
Ummul Mukminin 'Aisyah ra menuturkan sebuah hadits;
"Sewaktu aku berada di samping Nabi saw, ada seorang laki-laki meminta ijin untuk bertamu kepada Rasulullah saw. Beliau berkata, "Sejahat-jahatnya pemimpin suku (Ibnul 'Asyirah) adalah dia; atau perawi ragu-ragu, "Sejahat-jahatnya Akhul 'Asyirah (pemimpin suku) adalah dia". Lalu, Rasulullah saw mengijinkannya. Ketika orang itu masuk ke dalam rumah, beliau berkata lembut kepadanya. Setelah orang itu keluar, aku bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah, engkau telah mengatakan sesuatu kepadanya (mengungkapkan kejahatan orang itu), tetapi engkau berkata lembut kepada dirinya?" Beliau saw bersabda, "Wahai 'Aisyah, sesungguhnya sejahat-jahat manusia adalah orang yang ditinggalkan sesamanya atau orang yang dibiarkan sesamanya karena takut dengan kejahatannya".[HR. Imam Bukhari dan Muslim, Imam Turmudziy, dan Abu Dawud]
Kasih sayang beliau yang amat luas dan besar juga ditunjukkan dalam hal meringankan beban kaum Mukmin dalam beribadah kepada Allah. Beliau saw pernah memendekkan sholat dikarenakan beliau saw mendengarkan tangisan bayi yang ditinggalkan ibunya yang ingin sholat bersama dengan Rasulullah saw. Beliau begitu sedih dan tersentuh hatinya ketika mendengar tangis bayi dan kesabaran ibunya. Oleh karena itu, beliau segera memendekkan sholat untuk menghapuskan kesedihan bayi dan untuk meringankan beban ibunya. Anas bin Malik bercerita, bahwasanya Nabi saw bersabda, "Aku baru memulai sholat dan ingin memanjangkannya. Lalu, aku mendengar tangis bayi. Aku pun menahan diri untuk tidak memanjangkan sholatku. Sebab, aku tahu bagaimana besarnya kerinduan seorang ibu ketika mendengar tangis anaknya".[HR. Imam Bukhari]
Suatu saat, Nabi saw sedang mengerjakan sholat; lalu datanglah Umamah putri Zaenah menggelantungi tubuh beliau, lalu beliau mengangkatnya ke atas bahunya. Jika beliau hendak sujud, beliau meletakkan Umamah di atas tanah. Dan jika beliau berdiri, beliau meletakkan Umamah ke atas bahunya kembali."[1]
Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat mengenai 'Abdullah bin Amr. Seorang shahabat yang gemar dan rajin beribadah. Beliau selalu mengerjakan sholat tahajjud di waktu malam dan berpuasa hingga badannya kurus kering. Melihat ini keadaan ini, beliau saw berkata kepadanya, "Apakah benar kabar yang sampai kepadaku bahwa kamu berpuasa sepanjang hari dan sholat tahajjud sepanjang malam? 'Abdullah bin Umar menjawab, "Benar, wahai Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Jangan lakukan itu lagi. Berpuasa dan berbukalah, tidur dan berdirilah untuk sholat. Sesungguhnya, tubuhmu memiliki hak darimu, matamu memiliki hak darimu, dan istrimu pun memiliki hak dari dirimu".[HR. Imam Bukhari]
Kasih sayang beliau tidak hanya kepada kaum Mukmin belaka, akan tetapi juga kepada kaum Kafir. Hal ini tampak dalam keseriusan beliau dalam upaya menyelamatkan mereka dari siksa api neraka. Beliau tidak pernah berputus asa menyeru mereka agar masuk ke dalam Islam. Pasalnya, mereka hanya bisa diselamatkan dari api neraka, jika mereka mau diajak masuk ke dalam agama Islam. Untuk itu, beliau rela menanggung beban penderitaan dan kesedihan yang sangat dalam menyeru mereka ke dalam agama Islam. Penderitaan dan kesedihan itu semakin memuncak ketika beliau menghadapi penolakan, permusuhan, bahkan perlawanan dari kaum kafir. Hingga akhirnya, Allah swt berfirman kepadanya;
فَلَعَلَّكَ باخِعٌ نَفسَكَ عَلىٰ آثارِهِم إِن لَم يُؤمِنوا بِهٰذَا الحَديثِ أَسَفًا
"Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran)".[TQS Al Kahfi (18):6]
فَلا تَذهَب نَفسُكَ عَلَيهِم حَسَراتٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَليمٌ بِما يَصنَعونَ
"Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". [TQS Fathiir (35):8]
Kasih sayang beliau tidak hanya untuk manusia saja, akan tetapi juga untuk binatang. Beliau memerintahkan kepada kaum Muslim menggiring kambing yang hendak disembelih dengan cara yang lembut; menajamkan mata pisau, dan tidak menajamkan pisau di hadapan hewan yang hendak disembelih. Imam Muslim meriwayatkan sebuah riwayat dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda, "Hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan menenangkan hewan yang akan disembelihnya".[HR. Imam Muslim]
'Abdur Razaq meriwayatkan bahwasanya suatu saat ada penjagal membuka kandang kambing yang hendak disembelihnya. Kambing itu lepas dan lari melawati Rasulullah saw. Si penjagal mengikutinya dan menyeret kambing tersebut. Rasulullah saw berkata kepada kambing itu, "Bersabarlah wahai kambing, karena ini adalah ketetapan dari Allah, dan engkau wahai penjagal, giringlah kambing ini menuju kematiannya dengan cara yang lembut."[HR. 'Abdur Razaq dalam Mushannif 'Abdur Razaq, no. 8609] Di dalam Mushannif 'Abdur Razaq juga dituturkan bahwasanya ada seorang laki-laki telah membaringkan kambing dan meletakkan kakinya di atas leher hewan itu, lalu ia mengasah pisaunya. Rasulullah saw berkata, "Celakalah kamu! Apakah kamu ingin membunuhnya beberapa kali? Mengapa kamu tidak menajamkan pisaumu terlebih dahulu sebelum membaringkannya".[HR. 'Abdur Razaq]
Memang benar, kelembutan akan menumbuhkan kecintaan, sedangkan kekasaran dan keberingasan akan menyulut kebencian dan permusuhan.
[1] Asy-Syifa, juz.I, hal. 96