SEMANGAT HIJRAH MASA KINI

Semangat Hijrah Masa Kini

« الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ »

Muslim itu adalah orang yang menjadikan Muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. dan al-Muhâjir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang. (HR al-Bukhari).

Alhamdulillah, kita baru saja memasuki tahun baru Islam 1439 H. Bagi kita umat Islam, di balik tahun baru hijrah ada peristiwa sejarah yang sangat penting. Inilah tonggak pelaksanaan syariah Allah SWT secara nyata di dunia, dalam institusi negara. Peristiwa itu menandai perubahan peradaban yang sangat mendasar, dari peradaban jahiliyah kepada peradaban Islam. Maka tak heran jika Khalifah Umar bin Khattab memilih peristiwa hijrah sebagai awal penanggalan Islam, bukan yang peristiwa yang lain.

Hijrah sendiri secara bahasa berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Baginda Nabi Saw bersabda:

« الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ »

Muslim itu adalah orang yang menjadikan Muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. dan al-Muhâjir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang. (HR al-Bukhari).

Menurut Ibn Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Bukhârî, hijrah itu ada dua macam: lahiriyah dan batiniyah. Hijrah batiniyah adalah meninggalkan apa yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan (nafs al-ammârah bi as-sû’) dan setan. Sedangkan hijrah lahiriyah adalah menghindarkan diri—dengan membawa agama—dari fitnah.

Hadits tadi setidaknya memberikan dua pelajaran penting. Pertama: seseorang dikatakan muslim jika Muslim yang lain selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Maka layak dipertanyakan kemusliman seseorang, apakah dia penguasa, pejabat, birokrat, maupun rakyat, yang menzalimi Muslim lainnya dan berdiam diri atas kemaksiatan dan kemungkaran di depan matanya.

Kedua: hijrah hakikatnya adalah meninggalkan larangan-larangan Allah SWT. Karena itu, tentu sia-sia belaka jika setiap tahun memperingati tahun baru Hijrah, sementara kita tetap merasa nyaman hidup dalam sistem yang tidak islami, sistem kapitalisme-sekuler-yang nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT.

Secara syar’i, para fukaha mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur menuju Darul Islam. Darul Islam adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan, dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta hijrah Nabi Saw sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam).

Sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924 M, tak ada satu pun negeri di seluruh dunia yang menerapkan syariah Islam secara total dalam sebuah institusi negara. Kalau pun ada yang menerapkan syariah Islam, itu hanya sebagian kecil, sementara kekuasaannya tidak di tangan kaum Muslim.
Karena itu, tak heran jika sebagian ulama menyebut kondisi sekarang sebagai “Jahiliah Modern”. Kondisi di mana akidah/ideologi, sosial, ekonomi dan politik berada dalam kungkungan ideologi kapitalisme-sekuler. Ini sesungguhnya mirip dengan kondisi sebelum Rasulullah hijrah.

Dari sisi akidah, berbagai kemusyrikan dan ragam aliran sesat terus bermunculan. Dari sisi sosial, kebejatan prilaku seperti maraknya perzinaan, pornografi-pornoaksi; tindakan kriminal seperti pencurian, perampokan, korupsi, pembunuhan, perjudian, narkoba, dll terus menyeruak. Dari sisi ekonomi, riba merajalela. Kemaksiatan di mana-mana, sangat gampang dicari buktinya. Aturan Allah dilanggar, sementara aturan manusia dipuja dan ditempatkan di tempat tertinggi, di atas aturan ilahi rabbi.

Karena itu, sesungguhnya saat ini kaum Muslim, bahkan dunia, memerlukan tatanan baru. Tatanan yang dibangun berdasarkan aturan dari Sang Pencipta manusia. Persis, seperti tatanan yang dibangun oleh Baginda Nabi Saw pasca hijrah. Maka, sebagai orang yang mengaku umat Rasulullah Saw, kita patut melayakkan diri sebagai umat Nabi yakni dengan meneladani perjuangan beliau Saw. Perjuangan menuju perubahan hakiki, mewujudkan penerapan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.

Dengan penerapan Islam secara kaffah, umat ini akan kembali meraih kemuliaan dan kejayaan, sebagaimana pada masa sebelumnya. Dunia akan kembali bisa hidup dalam keamanan, kedamaian, kemakmuran, keadilan, kesejahteraan dan keberkahan.

Alhasil, marilah kita segera berhijrah: dari sistem jahiliah modern saat ini ke sistem Islam. Mari kita terus berjuang tanpa kenal lelah, meski rintangan dan hambatan terus menghadang. Mari jadikan Nabi bangga dengan kita yang mengaku sebagai umatnya. Hanya dengan itulah makna hijrah secara hakiki bisa kita amalkan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfal [8]: 24)

Semoga Allah menolong kita dan menjadikan kita semua generasi yang layak bertemu dengan baginda Nabi SAW dan mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak. Amin.