DEFINISI DAN HUKUM FITNAH (AL-BUHT)

Fitnah (al-buht) adalah menceritakan sesuatu yang ada pada diri seseorang kepada orang lain padahal sesuatu itu tidak pernah ada pada diri orang tersebut, atau tidak pernah dilakukan orang tersebut. Fitnah (al-buht) termasuk perbuatan yang dilarang dalam Islam.

Kata al-buht berasal dari kata ”bahata-yabhatu-bahtan-buhtaan”, yang bermakna ”bahhaat”, yakni orang yang mengatakan apa yang tidak dilakukan oleh seseorang”. [Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-’Arab, Juz 2, hal. 12].  Dalam bahasa Indonesia, kata al-buht diterjemahkan dengan arti fitnah.   Fitnah (al-buht) adalah menceritakan sesuatu yang ada pada diri seseorang kepada orang lain padahal sesuatu itu tidak pernah ada pada diri orang tersebut, atau tidak pernah dilakukan orang tersebut.   Dengan kata lain al-buht (fithnah) adalah melemparkan kedustaan (al-kadzb) kepada seseorang. Fitnah (al-buht) termasuk perbuatan yang dilarang dalam Islam.  Alasannya, fitnah tidak saja akan mencemari dan merusak kehormatan seseorang, lebih dari itu, fitnah juga akan menyulut terjadi perselisihan, pertengkaran, dan adu domba.  Sedangkan perselisihan, pertengkaran, dan adu domba adalah faktor-faktor yang bisa merusak kesatuan dan kerukunan.

 

Larangan fitnah (al-buht) disebutkan di dalam Al-Quran dan Sunnah.  Di dalam Al-Quran, Allah swt berfirman:

فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (20)

”..maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?” [TQS Al Nisaa’ (4):20]

Di ayat lain, Allah swt berfirman:

وَمَنْ يَكْسِبْ خَطِيئَةً أَوْ إِثْمًا ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَرِيئًا فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (112)

“Dan barang siapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata”.[TQS Al Nisaa’ (4):112]

Al-Quran juga menjelaskan bahwasanya orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman sama artinya telah memikul buhtan (kebohongan) dan dosa yang nyata.  Allah swt berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (58)

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.[TQS Al Ahzab (33):58]

Di dalam hadits shahih, dituturkan bahwasanya Nabi saw bersabda:

 أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟ قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

”Tahukah kalian, apa yang dimaksud dengan ghibah?”  Para shahabat menjawab, “Allah dan RasulNya lebih tahu.” Rasulullah saw berkata, ““Kamu menyebut sesuatu dari kawanmu yang ia sangat benci jika dikatakan.” Para shahabat bertanya, “ Bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang memang terjadi pada saudaraku.’  Rasulullah saw menjawab, “Jika engkau menceritakan apa yang terjadi pada saudaramu, berarti kamu telah menggunjingnya; dan apabila engkau menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka engkau telah memfitnahnya.”[HR. Imam Muslim].

Di dalam atsar di sebutkan, bahwasanya Mohammad berkata, “Saya pernah bertanya kepada ‘Abidah tentang dosa-dosa besar (al-kabaair). Lalu, beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa ada alas an, lari dari medang perang, memakan harta anak yatim tanpa hak, memakan riba, dan al-buhtan (fitnah)”.  Mohammad berkata, “Orang-orang mengatakan, “Setelah hijrah, ‘Abidah menjadi wanita Arab”. Ibnu ‘Aun berkata, “Saya bertanya kepada Mohammad, “Apakah buhtan itu sihir? Mohammad menjawab, ‘Al-Buhtan mengumpulkan keburukan yang sangat besar”.[HR. Imam Ibnu Jarir]

Fitnah tidak hanya merusak ukhuwah Islamiyyah, namun, ia juga berakibat pada ternodanya kehormatan seorang Muslim.  Menodai kehormatan seorang Muslim merupakan perbuatan tercela. Dari Abu Bakrah ra dituturkan, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda ketika  berkhutbah pada haji Wada:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ وَأَبْشَارَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ

“Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram atas kalian sebagaimana keharaman hari ini, dalam bulan ini, di negeri ini. Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan?”[Mutafaq ‘alaih].

Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., ia berkata; Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat, “Apakah kalian mengetahui riba yang paling besar di sisi Allah? Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya riba yang paling besar di sisi Allah adalah menghalalkan kehormatan seorang Muslim untuk dicemari. Kemudian Rasul saw. membacakan firman Allah:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mu’min dan Mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. [TQS. Al-Ahzab (33): 58]. [HR. Abu Ya’la. Al-Mundziri dan Al-Haitsami berkata periwayatan hadits ini shahih].

Ust. Syamsuddin Ramadhan