MERESPON PERSEKUSI TEHADAP DAKWAH DAN PENGEMBANNYA


Telah terjadi banyak upaya untuk menghalang-halangi kegiatan dakwah. Pelakunya ada tiga: Pertama, negara. Kedua, kelompok tertentu. Ketiga, kedua-duanya secara bersamaan, baik langsung atau tidak. Upaya menghalangi dakwah ini bahkan menjadi semacam upaya persekusi terhadap dakwah dan para pengembannya. 

Dua Kelompok Penghalang Dakwah 

Menghalangi dakwah hukumnya jelas haram, bahkan termasuk dosa besar. Ini dijelaskan oleh Allah dalam banyak nash al-Quran. Allah SWT. Misalnya, berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ

Sungguh orang-orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Ke dalam Jahanamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan (QS al-Anfal [8]: 36).

Allah SWT mengungkapkan tindakan mereka dengan menggunakan fi’il mudhâri’, yang mempunyai konotasi sekarang (hâl) dan yang akan datang (istiqbâl). Karena itu upaya menghalangi dakwah akan selalu dan terus mereka lakukan. Ayat ini juga menggunakan ungkapan: “Liyashuddu ‘an sabîlilLâh” (menghalangi [manusia] dari jalan Allah). Menghalangi dari jalan Allah ini bisa bersifat umum; bisa menghalangi Islam secara keseluruhan atau sebagian; menghalangi diterapkan syariah Islam, termasuk perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah, menekan dan memerangi para pejuangnya.
Kalangan yang menghalangi dakwah bisa dibagi menjadi dua: Pertama, orang kafir. Kedua, orang Islam (munafik). Al-Quran menjelaskan ini:

 وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُون

Orang-orang kafir berkata, "Janganlah kalian mendengar al-Quran ini, buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kalian dapat mengalahkan mereka.” (QS Fusshilat: 26).

Allah SWT juga berfirman:

اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan (QS al-Munafiqun: 2).

Persekusi Terhadap Dakwah di Zaman Rasulullah saw. 

Sejak Baginda Nabi saw. memulai dakwah secara terang-terangan di Makkah, orang-orang kafir mulai memutar otak untuk mencari cara dari mulai yang paling halus hingga yang paling kasar dan kejam untuk menggagalkan dakwah Nabi SAW. Mula-mula mereka melontarkan isu bahwa Muhammad saw. adalah orang gila.

Lalu beliau juga dituduh sebagai penyihir yang bisa memecah-belah bangsa Arab. Tujuannya, agar orang-orang Arab tidak mendekati, apalagi mendengarkan kata-kata Muhammad. Itulah ujian yang pertama dan paling ringan yang dialami Baginda Rasulullah saw.

Tatkala Quraisy melihat bahwa Muhammad tidak berpaling sedikitpun dari jalannya, mereka lalu berpikir keras untuk membenamkan dakwah Muhammad saw. dengan berbagai cara yang lebih keras.
Secara ringkas ada empat cara yang mereka lakukan: mengolok-olok, mendustakan dan melecehkan Rasul; membangkitkan keragu-raguan terhadap ajaran Rasul dan melancarkan propaganda dusta; menentang Alquran dan mendorong manusia untuk menyibukkan diri menentang Alquran; menyodorkan beberapa bentuk penawaran agar Rasul mau berkompromi, yang tujuan akhirnya adalah menyimpangkan bahkan menghentikan dakwah beliau (Syaikh Shafiy ar-Rahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahîq al-Makhtûm).

Akan tetapi, semua cara ini pun gagal. Namun, mereka tidak mengendorkan kesungguhan untuk memerangi Islam serta menyiksa Rasul-Nya dan orang-orang yang masuk Islam.

Fitnah dan ujian juga dilakukan terhadap Baginda Nabi SAW oleh Abu Lahab dan istrinya, Abu Jahal dan istrinya, Uqbah bin Abi Mu'ith, Adi bin Hamra' ats-Tsaqafi dan Ibn al-Ahda' al-Huzali.

Salah seorang dari mereka pernah melempar Nabi saw. dengan isi perut domba yang baru disembelih saat beliau sedang shalat. Ada juga yang melemparkan kotoran domba itu ke periuk beliau.

Uqbah bin Abi Mu'ith bahkan pernah meludahi wajah Nabi saw., Ubay bin Khalaf pernah meremukkan tulang-belulang, lalu menaburkannya di udara yang berhembus ke arah Rasul saw., Utaibah bin Abi Lahab pernah menyerang Nabi saw., Uqbah bin Abi Mu'ith pernah menginjak pundak beliau yang mulia.

Semua itu dialami Baginda Rasulul-lah saw., betapapun mulianya kedudukan beliau dan betapapun agungnya kepribadian beliau di tengah-tengah masyarakat; apalagi beliau mendapat perlindungan dari paman beliau, Abu Thalib, yang merupakan salah seorang dari Quraisy yang sangat dihormati di Makkah al-Mukarramah.

Karena itu, wajar jika para Sahabat beliau, apalagi orang-orang lemah di antara mereka, juga mendapat banyak gangguan atau siksaan, yang tak kalah kejam dan mengerikan.

Paman Utsman bin Affan, misalnya, pernah diselubungi tikar dari daun kurma dan diasapi dari bawahnya. Ketika Ibu Mushab bin Umair mengetahui bahwa anaknya masuk Islam, ia tidak memberi makan anaknya dan mengusirnya dari rumah padahal ia sebelumnya termasuk orang yang paling enak hidupnya sampai kulit Mushab mengelupas.

Bilal bin Rabbah juga pernah disiksa secara kejam oleh Umayah bin Khalaf al-Jamhi. Lehernya diikat, lalu ia diserahkan kepada anak-anak untuk dibawa berkeliling mengelilingi sebuah bukit di Makkah. Bilal juga dipaksa untuk duduk di bawah terik matahari dalam kelaparan, kemudian sebuah batu besar di diletakkan dadanya.

Hal yang sama menimpa keluarga Yasir ra, bahkan lebih tragis. Abu Jahal menyeret mereka ke tengah padang pasir yang panas membara dan menyiksa mereka dengan kejam.

Yasir ra. meninggal dunia ketika disiksa. Istrinya, Sumayyah (ibu 'Ammar), juga menjadi syahidah setelah Abu Jahal menancapkan tombak di duburnya. Siksaan terhadap Ammar bin Yasir juga semakin keras (Ibn Hisyam, Sîrah Ibn Hisyam, 1/319; Muhammad al-Ghazaliy, Fiqh as-Sîrah, hlm. 82). 

Tetap Istiqamah 

Meski mengalami semua makar dan kekejaman yang dilakukan orang-orang kafir, Rasulullah saw. dan para Sahabat beliau tetap berpegang teguh pada Islam.

Mereka tetap bersabar atas semua siksaan itu dan tetap istiqamah di jalan dakwah hanya karena satu alasan: mengharap ridha Allah SWT.

Karena itu jika hari ini para pengemban dakwah, khususnya di Tanah Air, sedang diuji dengan fitnah dikaitkan dengan terorisme, dituduh mengancam negara, diawasi dll maka hal itu sebenarnya barulah mengalami hal yang paling ringan dari apa yang pernah dialami Baginda Nabi saw. saat pertama kali.
Artinya, jika pun ujian dakwah yang mereka alami jauh lebih sadis dari sekadar fitnah/tuduhan palsu, maka tak usah khawatir. Sebab, Nabi saw. dan para Sahabat pun pernah mengalami semua itu.

Karena itu pula istiqamah di jalan dakwah adalah hal yang sebetulnya wajar-wajar saja bagi para pendakwah. Bahkan hanya dengan tetap istiqamahlah segala makar orang-orang kafir dan antek-anteknya bisa digagalkan dan kemenangan dakwah akan segera bisa diraih dengan izin Allah SWT.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian hal serupa dengan orang-orang sebelum kalian? Mereka ditimpa dengan kesulitan, kemadaratan dan diguncangkan hingga Rasulullah saw. dan orang-orang yang bersama beliau berkata, “Kapan pertolongan Allah (akan datang)?” Ingatkan, sungguh pertolongan Allah itu amat dekat (QS al-Baqarah [2]: 214).

Wamâ tawfîqî illâ billâh. [Arief B. Iskandar]