TAKABUR DAN UJUB

Takabur dan Ujub

Nabiyullah Muhammad saw melarang umatnya berlaku ujub dan takabur.  Imam Muslim telah meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan, sekalipun hanya sebesar biji sawi. Seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, ada seorang lelaki yang menyukai pakaian yang bagus dan sandal yang bagus (bagaimana orang itu?, penj.).” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan Allah mencintai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan menyepelekan manusia.” 

Arti bathr al-haq adalah menolak dan membantah kebenaran dari orang yang mengatakannya. Arti ghamtu an-naas adalah meremehkan dan menyepelekan manusia. Ada yang mengartikan sombong adalah Al-Makhilah (berjalan dengan membusungkan dada). Pendapat lain mengatakan, “Sombong adalah mengangkat diri di atas kondisi yang sebenarnya.” Juga ada yang mengatakan, “Sombong adalah takjubnya seseorang kepada dirinya, sehingga ia melihat dirinya lebih besar dari yang lain.” Tempat kesombongan adalah di dalam hati, berdasarkan firman Allah:

إِنْ فِي صُدُورِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ

”Tidak ada dalam dada (hati) mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran…”(TQS. Al-Ghafir [40]: 56)

Dan sabda Rasul di atas:

«مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ»

”Barangsiapa yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sekali pun hanya sebesar biji sawi”.
Adapun ujub adalah memandang diri sendiri dengan pandangan yang bagus. Sehingga seseorang menggambarkan dirinya ada pada martabat yang sebenarnya tidak layak baginya. Perbedaan antara takabur dan ujub adalah; ujub tidak merembet dari pelakunya kepada yang lain, sehingga orang yang ujub bisa membanggakan dirinya pada saat ada di tengah-tengah manusia, atau pada saat menyendiri. 

Berbeda dengan takabur. Karena takabur ini adalah merasa besar terhadap manusia dan khuyala (berjalan dengan rasa sombong) serta menolak kebenaran dan merasa lebih hebat atas manusia yang lain.

Takabur dan ujub keduanya diharamkan berdasarkan dalil-dalil berikut ini:

Diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab sombong, Mujahid berkata tentang firman Allah, ”Tsania itfihi”,  maksudnya merasa besar dalam dirinya, ia dibelokan oleh lehernya.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Haritsah bin Wahab Al-Khazaiy dari Nabi saw., beliau bersabda:

«أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَاعِفٍ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ َلأَبَرَّهُ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ»

Perlu aku beritahukan kepada kalian tentang ahli surga, yaitu setiap orang lemah yang menempatkan dirinya sebagai orang yang lemah. Andaikata ia bersumpah atas nama Allah, maka pasti ia akan melaksanakannya. Perlu aku beritahukan kepada kalian ahli neraka, yaitu setiap orang yang suka memaksa, yang suka berjalan dengan membusungkan dada dan orang yang sombong”.

Muslim dalam kitab shahihnya dan Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad, keduanya telah meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudri, keduanya berkata Rasulullah saw. bersabda :

«الْعِزُّ إِزَارُهُ وَالْكِبْرِيَاءُ رِدَاؤُهُ فَمَنْ يُنَازِعُنِي عَذَّبْتُهُ»

“Kemuliaan adalah pakaian Allah. Kesombongan (kebesaran) adalah selendang Allah. Allah berfirman, “Barangsiapa yang mencabut pakaian-Ku, maka Aku akan menyiksa.”

Imam Turmudziy, Nasai, Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya, Ibnu Majah dan Hakim dalam Al-Mustadrak dan menshahihkannya, mereka telah meriwayatkan dari Tsuban ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«مَنْ مَاتَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلاَثٍ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ»

Barangsiapa yang mati dan ia bebas dari kesombongan, penipuan, dan hutang, maka akan masuk surga”.

Imam Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad dan Imam Turmudziy, ia berkata hadits ini hasan shahih, Ahmad dan Humaid dalam musnadnya, Ibnu Mubarak dalam Az-Zuhud, semuanya telah meriwayatkan dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Nabi saw. bersabda:

«يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمْ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ...»

“Orang-orang yang sombong di hari kiamat akan dikumpulkan seperti biji jagung dalam bentuk manusia. Mereka diliputi kehinaan dari setiap tempat”.

Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, Hakim dalam Mustadrak dan kitab shahihnya, Ahmad dengan sanad yang dikatakan oleh Al-Haitsami bahwa perawinya adalah perawi yang shahih, telah meriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi saw. sesungguhnya beliau bersabda:

«مَنْ تَعَظَّمَ فِي نَفْسِهِ أَوْ اخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ»

“Barangsiapa yang merasa besar dalam dirinya, atau membusungkan dada ketika berjalan, maka ia akan bertemu dengan Allah sementara Allah murka kepadanya”.

Al-Bazar dengan sanad yang baik telah meriwayatkan dari ‘Anas ra., ia berkata; Rasulullah saw bersabda, ”Andaikata kalian tidak berdosa, maka aku tetap khawatir kepada kalian dengan satu perkara yang lebih besar darinya, yaitu ujub”. 

Ibnu Hibban dalam Raudhatul Uqala, Ahmad dan Al-Bazar, telah meriwayatkan dari Umar bin Khatab –Al-Mundziri berkata, perawi keduanya bisa dijadikan hujah dalam keshahihan-- Ummar ra., berkata, 

Sesungguhnya manusia jika tawadlu karena Allah, maka Allah akan mengangkat hikmahnya.” Allah berfirman, “Bersenang-senanglah, niscaya Allah akan memberikan kesenangan kepadamu. Orang seperti itu kecil dalam dirinya tapi besar dalam pandangan manusia. Jika seorang hamba takabur dan berbuat lalim di halamannya sendiri, maka Allah akan menginjaknya di atas bumi. Allah berfirman, “Hinalah engkau, maka Allah akan menghinakanmu.” Orang tersebut besar dalam dirinya tapi kecil dalam pandangan manusia”.

Al-Mawardi meriwayatkan dalam kitab Al-Adab bi Dunya wa Diin dari Al-Ahnaf bin Qais, ia berkata, ”Aku sangat kagum terhadap seseorang yang berjalan diikuti orang banyak --dua kali--, bagaimana ia bisa sombong?

Imam Nawawi telah meriwayatkan dalam Al-Majmu’ dari Asy-Syafi’I, ia berkata, 

Barangsiapa yang meninggikan dirinya di atas keadaan sebenarnya, maka Allah akan mengembalikannya kepada nilai yang sebenarnya.” Imam Asy-Syafi’i berkata, “Manusia yang paling tinggi kemuliaannya adalah orang yang tidak melihat kemuliaannya. Dan manusia yang paling banyak keutamaannya adalah orang yang tidak melihat keutamaan dirinya.”

Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy